NAMA: SITI MAGHFIRAH ABDUL
ARTIKEL
PENYAKIT KULIT
v ANATOMI KULIT: (1,4,5,6)
Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan yang membatasi
dari lingkungan hidup manusia. Luas kulit orang dewasa 1,5 m2 dengan
berat kira-kira 15% berat badan. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital
serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat kompleks,
elastis dan sensitif, bervariasi pada keadaan iklim, umur, seks, ras, dan juga
bergantung pada lokasi tubuh.
Warna kulit berbeda-beda, dari kulit yang berwarna terang (fair skin), pirang dan hitam, warna
merah muda pada telapak kaki dan tangan bayi, serta warna kecoklatan pada
genitalia orang dewasa.
Demikian pula kulit bervariasi mengenai lembut, tipis dan tebalnya;
kulit yang elastis dan longgar terdapat pada palpebra, bibir, dan preputium,
kulit yang tebal dan tegang terdapat di telapak kaki dan tangan dewasa. Kulit
yang tipis terdapat pada muka, yang lembut pada leher dan badan, dan yang
berambut kasar terdapat pada kepala.
Pembagian kulit secara garis besar tersusun atas tiga lapisan utama
yaitu:
1.
Lapisan
Epidermis atau kutikel,
2.
Lapisan
Dermis (korium, kutis vera, true skin)
3.
Lapisan
subkutis (hipodermis).
Tidak ada garis tegas yang memisahkan
dermis dan subkutis, subkutis ditandai dengan adanya jaringan ikat longgar dan
adanya sel dan jaringan lemak.
1. Lapisan
Epidermis terdiri atas: Stratum
Korneum, Stratum Lusidum, Stratum Granulosum, Stratum Spinosum, dan Stratum
Basale.
Stratum
Korneum (lapisan tanduk) adalah lapisan kulit yang paling luar
dan terdiri atas beberapa lapis sel-sel gepeng yang mati, tidak berinti, dan
protoplasmanya telah berubah menjadi keratin (zat tanduk).
Stratum Lusidum terdapat langsung di bawah lapisan korneum,
merupakan laipsan sel-sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma yang berubah
menjadi protein yang disebut eleiden. Lapisan tersebut tampak lebih jelas di
telapak tangan dan kaki.
Stratum Granulosum (lapisan keratohialin) merupakan 2 atau 3
lapis sel-sel gepeng dengan sitoplasma berbutir kasar dan terdapat inti di
antaranya. Butir-butir kasar ini terdiri atas keratohialin. Mukosa biasanya
tidak mempunyai lapisan ini. Stratum granulosum juga tampak jelas di telapak
tangan dan kaki.
Stratum Spinosum (stratum Malphigi) atau disebut pula prickle
cell layer (lapisan akanta) terdiri atas beberapa lapis sel yang
berbentuk poligonal yang besarnya berbeda-beda karena adanya prosese mitosis.
Protoplasmanya jernih karena banyak mengandung glikogen, dan inti terletak di
tengah-tengah. Sel-sel ini makin dekat ke permukaan makin gepeng bentuknya.
Diantara sel-sel stratum spinosum terdapat jembatan-jembatan antar sel
(intercellular bridges) yang terdiri atas protoplasma dan tonofibril atau
keratin. Perlekatan antar jembatan-jembatan ini membentuk penebalan bulat kecil
yang disebut nodulus Bizzozero. Di
antara sel-sel spinosum terdapat pula sel Langerhans. Sel-sel Stratum Spinosum
mengandung banyak glikogen.
Stratum
Basale terdiri atas sel-sel
berbentuk kubus (kolumnar) yang tersusun vertikal pada perbatasan
dermo-epidermal berbaris seperti pagar (palisade).
Lapisan ini merupakan lapisan epidermis yang paling bawah. Sel-sel basal ini
mengadakan mitosis dan berfungsi reproduktif. Lapisan ini terdiri atas dua
jenis sel yaitu:
a.
Sel-sel yang
berbentuk kolumnar dengan
protoplasma basofilik inti lonjong dan besar, dihubungkan satu dengan yang lain
oleh jembatan antar sel.
b.
Sel pembentuk melanin (melanosit) atau clear cell merupakan sel-sel berwarna muda, dengan sitoplasma
basofilik dan inti gelap, dan mengandung butir pigmen (melanosomes).
2. Lapisan
Dermis adalah lapisan di bawah
epidermis yang jauh lebih tebal dari pada epidermis. Lapisan ini terdiri atas
lapisan elastis dan fibrosa padat dengan elemen-elemen selular dan folikel
rambut. Secara garis besar dibagi menjadi dua bagian yakni:
a.
Pars Papilare, yaitu bagian yang menonjol ke epidermis,
berisi ujung serabut saraf dan pembuluh darah.
b.
Pars Retikulare, yaitu bagian di bawahnya yang menonjol ke
arah subkutan, bagian ini terdiri atas serabut-serabut penunjang misalnya
serabut kolagen, elastin, dan retikulin. Dasar (matriks) lapisan ini terdiri
atas cairan kental asam hialuronat dan kondroitin sulfat, di bagian ini
terdapat pula fibroblas. Serabut kolagen dibentuk oleh fibroblas, membentuk
ikatan (bundel) yang mengandung hidroksiprolin dan hidrosisilin. Kolagen muda
bersifat lentur dengan bertambahnya umur menjadi kurang larut sehingga makin
stabil. Retikulin mirip kolagen muda. Serabut elastin biasanya bergelombang,
berbentuk amorf dan mudah mengembang serta lebih elastis.
3. Lapisan
Subkutis adalah kelanjutan
dermis, terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak di dalamnya.
Sel-sel lemak merupakan sel bulat, besar, dengan inti terdesak ke pinggir
sitoplasma lemak yang bertambah.
Sel-sel ini membentuk kelompok yang
dipisahkan satu dengan yang lain oleh trabekula yang fibrosa. Lapisan sel-sel
lemak disebut panikulus adiposa, berfungsi sebagai cadangan makanan. Di lapisan
ini terdapat ujung-ujung saraf tepi, pembuluh darah, dan getah bening. Tebal
tipisnya jaringan lemak tidak sama bergantung pada lokalisasinya. Di abdomen
dapat mencapai ketebalan 3 cm, di daerah kelopak mata dan penis sangat sedikit.
Lapisan lemak ini juga merupakan bantalan.
Vaskularisasi di kulit diatur oleh 2 pleksus,
yaitu pleksus yang terletak di bagian atas dermis (pleksus superfisial) dan
yang terletak di subkutis (pleksus profunda). Pleksus yang di dermis bagian
atas mengadakan anastomosis di papil dermis, pleksus yang di subkutis dan di
pars retikulare juga mengadakan anastomosis, di bagian ini pembuluh darah
berukuran lebih besar. Bergandengan dengan pembuluh darah terdapat saluran
getah bening.
Ø ADNEKSA KULIT
Adneksa kulit terdiri atas kelenjar-kelenjar
kulit, rambut, dan kuku.
1. Kelenjar kulit terdapat di lapisan dermis,
terdiri atas:
a. Kelenjar
Keringat (Glandula Sudorifera)
Ada dua macam kelenjar keringat, yaitu
kelenjar ekrin yang kecil-kecil, terletak dangkal di dermis dengan sekret yang
encer, dan kelenjar apokrin yang lebih besar, terletak lebih dalam dan
sekretnya lebih kental.
Kelenjar ekrin telah dibentuk sempurna pada
28 minggu kehamilan dan baru berfungsi 40 minggu setelah kelahiran. Saluran
kelenjar ini berbentuk spiral dan bermuara langsung di permukaan kulit.
Terdapat di seluruh permukaan kulit dan terbanyak di telapak tangan dan kaki,
dahi, dan aksila. Sekresi bergantung pada beberapa faktor dan dipengaruhi oleh
saraf kolinergik, faktor panas, dan stres emosional.
Kelenjar apokrin dipengaruhi oleh saraf
adrenergik, terdapat di aksila, areola mame, pubis, labia minora, dan saluran
telinga luar. Fungsi apokrin pada manusia belum jelas, pada waktu lahir kecil,
tetapi pada pubertas mulai membesar dan mengeluarkan sekret. Keringat
mengandung air, elektrolit, asam laktat, dan glukosa. Biasanya pH sekitar 4 -
6,8.
b. Kelenjar
Palit (Glandula Sebasea). Terletak
di seluruh permukaan kulit manusia kecuali di telapak tangan dan kaki. Kelenjar
palit disebut juga kelenjar holokrin karena tidak berlumen dan sekret kelenjar
ini berasal dari dekompensasi sel-sel kelenjar. Kelenjar palit biasanya
terdapat di samping akar rambut dan muaranya terdapat pada lumen akar rambut
(folikel rambut). Sebum mengandung trigliserida, asam lemak bebas, skualen, wax
ester, dan kolesterol. Sekresi dipengaruhi oleh hormon androgen, pada anak-anak
jumlah kelenjar palit sedikit, pada pubertas menjadi lebih besar dan banyak
serta mulai berfungsi secara aktif.
2. Kuku adalah bagian terminal lapisan tanduk yang
menebal. Kuku antara lain terbentuk dari keratin protein yang kaya akan sulfur.
Pada kulit di bawah kuku terdapat banyak pembuluhkapiler yang memiliki suplai
darah kuat sehingga menimbulkan warna kemerah-merahan. Seperti tulang dan gigi,
kuku merupakan bagian terkeras dari tubuh karena
kandungan
airnya sangat sedikit. Pertumbuhan kuku jari tangan dalam satu minggu rata-rata
0,5 - 1,5 mm empat kali lebih cepat dari pertumbuhan kuku jari kaki.
3. Rambut merupakan struktur berkeratin panjang yang berasal dari invaginasi
epitel epidermis. Rambut ditemukan diseluruh tubuh kecuali pada telapak tangan,
telapak kaki, bibir, glans penis, klitoris dan labia minora. Pertumbuhan rambut
pada daerah-daerah tubuh seperti kulit kepala, muka, dan pubis sangat
dipengaruhi tidak saja oleh hormon kelamin-terutama androgen-tetapi juga oleh
hormon adrenal dan hormon tiroid. Setiap rambut berkembang dari sebuah
invaginasi epidermal,yaitu folikel rambut yang selama masa pertumbuhannya mempunyai
pelebaran pada ujung disebut bulbus rambut. Pada dasar bulbus rambut dapat
dilihat papila dermis. Papila dermismengandung jalinan kapiler yang vital bagi
kelangsungan hidup folikel rambut. Ada dua macam tipe rambut, yaitu rambut
lanugo dan rambut terminal. Komposisi rambut terdiri atas karbon 50,60%,
hidrogen 6,36%, nitrogen 17,14%, sulfur 5,0%, dan oksigen 20,80%. Rambut dapat
dibentuk dengan mempengaruhi gugus disulfida misalnya dengan panas atau bahan kimia.
v FISIOLOGI KULIT: (2,4,5,6)
Ø Pengaturan Suhu Tubuh
Faktor Yang Mempengaruhi
Suhu Tubuh
1. Kecepatan metabolisme basal
Kecepatan
metabolisme basal tiap individu berbeda-beda. Hal ini memberi dampak jumlah
panas yang diproduksi tubuh menjadi berbeda pula. Sebagaimana disebutkan pada uraian
sebelumnya, sangat terkait dengan laju metabolisme.
Rangsangan
saraf simpatis dapat menyebabkan kecepatan
metabolisme menjadi 100% lebih cepat. Disamping itu, rangsangan saraf
simpatis dapat mencegah lemak coklat yang tertimbun dalam jaringan untuk
dimetabolisme. Hamper seluruh metabolisme lemak coklat adalah produksi panas.
Umumnya, rangsangan saraf simpatis ini dipengaruhi stress individu yang
menyebabkan peningkatan produksi epineprin dan norepineprin yang meningkatkan
metabolisme.
3. Hormone pertumbuhan
Hormone
pertumbuhan ( growth hormone ) dapat menyebabkan peningkatan kecepatan
metabolisme sebesar 15-20%. Akibatnya, produksi panas tubuh juga meningkat.
4. Hormone tiroid
Fungsi
tiroksin adalah meningkatkan aktivitas hamper semua reaksi kimia dalam tubuh
sehingga peningkatan kadar tiroksin dapat mempengaruhi laju metabolisme menjadi
50-100% diatas normal.
5. Hormone
kelamin
Hormone
kelamin pria dapat meningkatkan kecepatan metabolisme basal kira-kira 10-15% kecepatan
normal, menyebabkan peningkatan produksi panas. Pada perempuan, fluktuasi suhu
lebih bervariasi dari pada laki-laki karena pengeluaran hormone progesterone
pada masa ovulasi meningkatkan suhu tubuh sekitar 0,3 – 0,6°C di atas suhu
basal.
6. Demam (
peradangan )
Proses
peradangan dan demam dapat menyebabkan peningkatan metabolisme sebesar 120%
untuk tiap peningkatan suhu 10°C.
7. Status gizi
Malnutrisi
yang cukup lama dapat menurunkan kecepatan metabolisme 20 – 30%. Hal ini
terjadi karena di dalam sel tidak ada zat makanan yang dibutuhkan untuk
mengadakan metabolisme. Dengan demikian, orang yang mengalami mal nutrisi mudah
mengalami penurunan suhu tubuh (hipotermia). Selain itu, individu dengan
lapisan lemak tebal cenderung tidak mudah mengalami hipotermia karena lemak
merupakan isolator yang cukup baik, dalam arti lemak menyalurkan panas dengan
kecepatan sepertiga kecepatan jaringan yang lain.
8. Aktivitas
Aktivitas
selain merangsang peningkatan laju metabolisme, mengakibatkan gesekan antar komponen
otot / organ yang menghasilkan energi termal. Latihan (aktivitas) dapat
meningkatkan suhu tubuh hingga 38,3 – 40,0 °C.
9. Gangguan
organ
Kerusakan
organ seperti trauma atau keganasan pada hipotalamus, dapat menyebabkan
mekanisme regulasi suhu tubuh mengalami gangguan. Berbagai zat pirogen yang
dikeluarkan pada saai terjadi infeksi dapat merangsang peningkatan suhu tubuh.
Kelainan kulit berupa jumlah kelenjar keringat yang sedikit juga dapat
menyebabkan mekanisme pengaturan suhu tubuh terganggu.
10.Lingkungan
Suhu tubuh
dapat mengalami pertukaran dengan lingkungan, artinya panas tubuh dapat hilang
atau berkurang akibat lingkungan yang lebih dingin. Begitu juga sebaliknya,
lingkungan dapat mempengaruhi suhu tubuh manusia. Perpindahan suhu antara
manusia dan lingkungan terjadi sebagian besar melalui kulit.
Proses kehilangan panas melalui kulit dimungkinkan karena panas diedarkan
melalui pembuluh darah dan juga disuplai langsung ke fleksus arteri kecil
melalui anastomosis arteriovenosa yang mengandung banyak otot. Kecepatan aliran
dalam fleksus arteriovenosa yang cukup tinggi (kadang mencapai 30% total curah
jantung) akan menyebabkan konduksi panas dari inti tubuh ke kulit
menjadi
sangat efisien. Dengan demikian, kulit merupakan radiator panas yang efektif
untuk keseimbangan suhu tubuh.
Mekanisme Kehilangan Panas
Melalui Kulit
1. Radiasi
Radiasi
adalah mekanisme kehilangan panas tubuh dalam bentuk gelombang panas
inframerah. Gelombang inframerah yang dipancarkan dari tubuh memiliki panjang
gelombang 5 – 20 mikrometer. Tubuh manusia memancarkan gelombang panas ke
segala penjuru tubuh. Radiasi merupakan mekanisme kehilangan panas paling besar
pada kulit (60%) atau 15% seluruh mekanisme kehilangan panas.
Panas adalah
energi kinetic pada gerakan molekul. Sebagian besar energi pada gerakan ini
dapat di pindahkan ke udara bila suhu udara lebih dingin dari kulit. Sekali
suhu udara bersentuhan dengan kulit, suhu udara menjadi sama dan tidak terjadi
lagi pertukaran panas, yang terjadi hanya proses pergerakan udara sehingga
udara baru yang suhunya lebih dingin dari suhu tubuh.
2. Konduksi
Konduksi
adalah perpindahan panas akibat paparan langsung kulit dengan benda-benda yang
ada di sekitar tubuh. Biasanya proses kehilangan panas dengan mekanisme
konduksi sangat kecil. Sentuhan dengan benda umumnya memberi dampak kehilangan
suhu yang kecil karena dua mekanisme, yaitu kecenderungan tubuh untuk terpapar
langsung dengan benda relative jauh lebih kecil dari pada paparan dengan udara,
dan sifat isolator benda menyebabkan proses perpindahan panas tidak dapat
terjadi secara efektif terus menerus.
3. Evaporasi
Evaporasi (
penguapan air dari kulit ) dapat memfasilitasi perpindahan panas tubuh. Setiap
satu gram air yang mengalami evaporasi akan menyebabkan kehilangan panas tubuh
sebesar 0,58 kilokalori. Pada kondisi individu tidak berkeringat, mekanisme
evaporasi berlangsung sekitar 450 – 600 ml/hari. Hal ini menyebabkan kehilangan
panas terus menerus dengan kecepatan 12 – 16 kalori per jam. Evaporasi ini
tidak dapat dikendalikan karena evaporasi terjadi akibat difusi molekul air secara
terus menerus melalui kulit dan system pernafasan.
Gambar
Keseimbangan antara produksi panas dan pengeluaran panas (Tamsuri Anas, 2007)
Selama suhu
kulit lebih tinggi dari pada suhu lingkungan, panas hilang melalui radiasi dan
konduksi. Namun ketika suuhu lingkungan lebih tinggi dari suhu tubuh, tubuh
memperoleh suhu dari lingkungan melalui radiasi dan konduksi. Pada keadaan ini,
satu-satunya cara tubuh melepaskan panas adalah melalui evaporasi.
Memperhatikan
pengaruh lingkungan terhadap suhu tubuh, sebenarnya suhu tubuh actual ( yang
dapat diukur ) merupakan suhu yang dihasilkan dari keseimbangan antara produksi
panas oleh tubuh dan proses kehilangan panas tubuh dari lingkungan.
4. Usia
Usia sangat
mempengaruhi metabolisme tubuh akibat mekanisme hormonal sehingga memberi efek
tidak langsung terhadap suhu tubuh. Pada neonatus dan bayi, terdapat mekanisme
pembentukan panas melalui pemecahan (metabolisme) lemak coklat sehingga terjadi
proses termogenesis tanpa menggigil (non-shivering thermogenesis). Secara umum,
proses ini mampu meningkatkan metabolisme hingga lebih dari 100%. Pembentukan
panas melalui mekanisme ini dapat terjadi karena pada neonatus banyak terdapat
lemak coklat. Mekanisme ini sangat penting untuk mencegah hipotermi pada bayi.
Menurut Tamsuri Anas (2007), suhu tubuh dibagi menjadi
:
·
Hipotermi, bila suhu tubuh kurang dari 36°C
·
Normal, bila suhu tubuh berkisar antara 36 - 37,5°C
·
Febris / pireksia, bila suhu tubuh antara 37,5 - 40°C
·
Hipertermi, bila suhu tubuh lebih dari 40°C
v MELASMA:
Ø Definisi:
Melasma adalah hipermelanosis didapat yang umumnya simetris berupa makula
yang tidak merata berwarna coklat muda sampai coklat tua, mengenai area yang
terpajan sinar ultraviolet dengan tempat predileksi pada pipi, dahi, daerah
atas bibir, hidung, dan dagu.
Ø Epidemiologi:
Melasma dapat mengenai semua ras terutama penduduk yang tinggal di daerah
tropis. Melasma terutama dijumpai pada wanita, meskipun didapat pula pada pria
(10%). Di Indonesia perbandingan kasus wanita dan pria adalah 24:1. Terutama
tampak pada wanita usiasubur dengan riwayat langsung terkena pajananan sinar
matahari. Insidens terbanyak pada usia 30-44 tahun.
Kelainan ini dapat mengenai
wanita hamil, wanita pemakai pil kontrasepsi, pemakai kosmetika, pemakai obat,
dan lain-lain.
Ø
Etiologi:
Etiologi melasma sampai saat ini belum diketahui secara pasti (Idiopatik).
Faktor kausatif yang diangggap berperan pada patogenesis melasma adalah:
-
Sinar Ultraviolet: Spektrum sinar matahari ini
merusak gugus sulfihidril di epidermis yang merupakan penghambat enzim
tirosinase dengan cara mengikat ion Cu dari enzim tersebut. Sinar ultraviolet
menyebabkan enzim tirosinase tidak dihambat lagi sehinnga memacu proses melanogenesis.
-
Hormon: Misalnya estrogen, progesteron,
dan MSH (Melanin Stimulating Hormone) berperan pada terjadinya Melasma. Pada
kehamilan, melasma biasanya meluas pada trimester ke-3. Pada pemakai
kontrasepsi, melasma tampak dalam 1 bulan sampai 2 tahun setelah dimulai
pemakaian pil tersebut.
-
Obat: misalnya difenil hidantoin, mesantoin,
klorpromasin, sitostatik, dan minosiklin dapat menyebabkan timbulnya Melasma.
Obat ini ditimbun di lapisan dermis bagian atas dan secara kumulatif dapat
merangsang melanogenesis.
-
Genetik: Di laporkan adanya kasus
keluarga sekitar 20 – 70%.
-
Ras: Melasma banyak dijumpai pada golongan Hispanik dan
golongan kulit berwarna gelap.
-
Kosmetika: Pemakaian kosmetika yang
mengandung parfum, zat pewarna, atau bahan-bahan tertentu dapat menyebabkan
fotosensitivitas yang dapat mengakibatkan timbulnya hiperpigmentasi pada wajah,
jika terpajan sinar matahari.
-
Idiopatik.
Ø Patogenesis:
Masih banyak yang belum diketahui. Banyak faktor yang
menyangkut proses ini, antara lain:
a. Peningkatan produksi melanosom karena hormon maupun karena sinar ultraviolet. Kenaikan
melanosom ini juga dapat disebabkan karena bahan farmakologik seperti perak dan
psoralen.
b. Penghambatan dalam Malpighian cell turn-over, keadaan
ini dapat terjadi karena obat sitostatik.
Ø Manifestasi Klinik:
Lesi
melasma berupa makula berwarna cokelat muda atau cokelat tua berbatas tegas
dengan tepi yang tidak teratur, sering pada pipi, dan hidung yang disebut pola
malar. Pola mandibular terdapat pada dagu, sedangkan pola sentrofasial di
pelipis, dahi, dan bibir atas. Warna keabu-abuan atau kebiru-biruan terutama
pada tipe dermal.
Ø Diagnosis:
Diagnosis
melasma ditegakkan hanya dengan pemeriksaan klinik. Untuk menemukan tipe
melasma dilakukan pemeriksaan sinar Wood, sedangkan pemeriksaan histopatologik
hanya dilakukan pada kasus-kasus tertentu.
Ø Penatalaksanaan:
Pengobatan
melasma memerlukan waktu yang cukup lama, kontrol yang teratur serta kerja sama
yang baik antara penderita dan dokter yang menanganinya. Kebanyakan penderita
berobat untuka alasan kosmetik. Pengobatan dan perawatan kulit harus dilakukan
secara tertatur dan sempurna karena melasma bersifat kronis residif. Pengobatan
yang sempurna adalah pengobatan yang kausal, maka penting dicari penyebab atau
etiologi dari melasma itu sendiri.
LENTIGO
A. DEFENISI
Lentigo
(lentigines) adalah suatu makula berwarna coklat sampai coklat gelap
atau hitam, sirkumskripta, dengan diameter kurang dari 0,5 cm. Lesi ini
mempunyai warna yang sama (uniform) ataupun berseling-seling (variegated),
dan bisa didapatkan di mana saja dipermukaan kulit, termasuk telapak tangan,
telapak kaki, dan membran mukosa. Lentigo bisa berbentuk oval atau regular.
Kelainan ini dapat timbul sejak permulaan kehidupan. Lentigo perlu dibedakan
dengan lentigo maligna yang merupakan lesi premaligna yang akan menjadi lentigo
melanoma.(1,2)
Warna lentigo maligna, pada permulaan
stadium, bisa seragam tetapi kemudian akan terlihat berwarna tipikal, yaitu
pigmentasi yang tidak teratur. Selain itu bentuknya lebih besar dari lentigo
dan timbul pada usia pertengahan. Untuk membedakan kedua jenis lentigo
tersebut, perlu diadakan pemeriksaan patologi anatomi (biopsi).(1,2)
B. EPIDEMIOLOGI
Di
Amerika, lentigo senilis atau solar lentigo yang didapatkan adalah
sebanyak 90% dari orang tua berkulit putih yang berumur lebih dari 60 tahun dan
20% dari orang muda berkulit putih yang berumur lebih dari 35 tahun. Psoralen
dan UVA (PUVA) lentigines menurut penelitian ditemukan
pada hampir setengah dari total individu penderita psoriasis vulgaris yang
menerima terapi PUVA selama minimal 5 tahun.(2,3)
Lentigo
simplex adalah
bentuk paling umum dari lentigo, tetapi frekuensinya belum ditentukan.
Penelitian dari Alper dan Holmes mengatakan lentigines dari 492 bayi
baru lahir yang berkulit hitam hitam 91 dari mereka (18,5%) didiagnos lentigo
simplex dan 1 (0,04%) dari 2.682 bayi baru lahir yang berkulit putih, namun
konfirmasi histologi dari lesi ini kurang.
C. ETIOPATOGENESIS
Pathogenesis
dan penyebab lentigo adalah berbeda-beda pada setiap jenis lentigo, menifestasi
klinisnya bisa berupa lesi yang soliter atau lesi multiple yang dapat timbul di
manapun daerah tubuh. Beberapa lentigines dapat timbul akibat dari
manifestasi gejala sistemik, seperti yang ditemukan pada sindrom LEOPARD.(2,3)
Pada
penelitian evaluasi microarray analysis di Jepang berkaitan lentigo
senilis atau solar lentigo pada kelompok kontrol 16 orang dewasa
menunjukkan peningkatan regulasi gen yang berhubungan dengan inflamasi,
metabolisme asam lemak, dan melanosit dan penurunan regulasi gen cornified
envelope-related. Para peneliti menyarankan lentigo senilis atau solar
lentigo dapat dirangsang. oleh efek mutagenik berulang dari eksposur
terhadap sinar ultraviolet, yang menyebabkan peningkatan signifikan pada
produksi melanin.(2,3)
Beberapa klasifikasi dan mekanisma yang dapat
menjadi penyebab lentigo adalah: (1,2,3,4,5)
1. Lentiginosis
generalisata(1,2)
Lesi
lentigo umumnya multiple, timbul satu demi satu atau dalam kelompok kecil sejak
masa anak-anak. Patogenesisnya tidak diketahui dan tidak dibuktikan adanya
faktor genetik. Dibagi menjadi :
a. Lentiginosis
eruptif
Lentigo
timbul sangat banyak dan dalam waktu singkat. Lesi mula-mula berupa
telangiektasis yang dengan cepat mengalami pigmentasi dan lambat laun berubah
jadi melanostik seluler.
b. Sindrom
lentiginosis multipel
Merupakan
sindrom lentiginosa yang dihubungkan dengan berbagai kelainan perkembangan.
Diturunkan secara dominan autosomal. Lentigo timbul pada waktu lahir dan
bertambah sampai pada masa pubertas. Ditemukan pada daerah leher dan badan
bagian atas, tetapi dapat ditemukan juga diseluruh tubuh.
Sering
disertai kelainan jantung, stenosis pembuluh nadi paru atau subaorta.
Pertumbuhan badan akan terhambat. Adanya kelainan mata berupa hipertelorisme
ocular dan kelainan tulang prognatisme mandibular. Kelainan yang menetap adalah
tuli dan kelainan genital, yakni hipoplasia gonad dan hipospadia.Sindrom
tersebut dikenal sebagai SINDROM LEOPARD, yaitu :
L entigenes
E CG abnormalities
O cular hypertelorism
P ulmonary stenosi
A bnormality of the
genitalia
R etardation of
growth
D eafness
2. Lentiginosis
sentrofasial(1,2)
Diturunkan
secara dominan autosomal. Lesi berupa makula kecil berwarna coklat atau hitam,
timbul pada waktu tahun pertama kehidupan dan bertambah jumlahnya pada umur 8 –
10 tahun.
Distribusi terbatas pada garis horizontal melalui
sentral muka tanpa mengenai membrane mukosa. Tanda-tanda defek lain adalah
retardasi mental dan epilepsi. Sindrom ini juga ditandai oleh arkus palatum
yang tinggi, bersatunya alis, gigi seri atas tidak ada, hipertrikosis sacral,
spina bifida, dan skoliosis.
3. Sindrom
Peutz-Jegher(1,2)
Sindrom
Peutz-Jegher adalah kondisi yang diturunkan secara autosomal dominan
dengan penetrasi tingkat tinggi dan ditandai oleh polip gastrointestinal dan
makula berpigmen. Polip jinak hamartomas yang dapat ditemui pada seluruh
traktus intestinal , yang paling khas adalah pada daerah jejunum. Polip ini
mengakibatkan perdarahan perirektal berulang dan nyeri abdomen. Pasien sering
pertama kali terlihat dengan perdarahan atau dengan intussusception yang
bermanifestasi sebagai obstruksi, nyeri perut, prolaps rektum, muntah, dan atau
tinja seperti kismis jelly.
Lentigines berwarna coklat,hitam
atau biru yang biasanya muncul pada anak usia dini. Ukuran lentigines dari
1-12 mm. Makula hiperpigmentasi terjadi pada lebih dari 95% dari pasien, dan
lesi memiliki distribusi karakteristik pada daerah sekitar mulut, di bibir, dan
pada membran mukosa bukal,lesi juga dapat tersebar di sekitar hidung dan wajah.
Selain itu, lesi boleh muncul pada jari tangan dan kaki pada kedua telapak dan
permukaan volar. Lesi yang khas muncul pada fleksor dan ekstensor permukaan
dari seluruh tubuh. Makula pada mukosa bukal adalah tanda penting karena lesi lentigines
ini persisten, sedangkan makula lain mungkin memudar dengan usia. Hubungan
antara tingkat melanosis dan tingkat poliposis belum ditemukan.
4. Lentigo senilis
(actinica/solar lentigo) (3,4)
Lentigo
senilis et actinica, lebih dikenal sebagai senile atau actinic lentigo
atau Solar lentigo, adalah istilah untuk lentigines yang
disebabkan oleh radiasi sinar UV. Prevalensi lentigines actinic berkorelasi
dengan phototype kelas rendah dan bertambahnya usia. lentigo senilis pada
umumnya terjadi pada 90 persen dari golongan Kaukasia tua berumur lebih dari 60
tahun yang sering terpapar sinar matahari, terutama pada daerah wajah dan
tangan. Lesi berdiameter sekitar kurang dari 1 mm sampai beberapa sentimeter.
lesi biasanya berwarna coklat muda, kadang-kadang hitam. Lesi bisa menetap dan
sedikit memudar biarpun pada kondisi ketiadaan paparan sinar matahari.
5. Lentigo simplex(3,4)
Lentigo
simpleks (misalnya,
lentigo sederhana, lentigo juvenile) adalah bentuk paling umum dari
lentigo. Lentigo simplex tidak disebabkan oleh paparan sinar matahari,
dan tidak berhubungan dengan penyakit sistemik. Secara klinis, lesi bulat atau
makula berbentuk oval asimtomatik yang berukuran sekitar 3-15 mm.(3,4)
Batas
lesi dapat berupa bergerigi atau halus. Pigmentasi yang merata, dengan warna
mulai dari coklat sampai hitam. Lesi yang sedikit jumlahnya dan dapat terjadi
di mana saja pada kulit atau selaput lendir. Lesi biasanya muncul pertama pada
anak usia dini, tetapi lesi juga dapat timbul pada saat lahir atau waktu anak
sedang berkembang di kemudian hari.
6. PUVA lentigo(4,5)
PUVA lentigo merupakan lesi persisten
berupa makula coklat pucat yang muncul 6 bulan atau lebih setelah dimulainya
terapi PUVA untuk psoriasis. Lesi menyerupai Lentigo senilis, namun lesi
PUVA lentigo memiliki batas lebih teratur dan dapat menyerupai ephelides.
Terjadinya
lesi sangat erat disebabkan kumulatif dosis PUVA, dan lesi dapat terjadi di
semua daerah yang diterapi. Daerah yang paling umum terdapat lesi adalah bagian
dada dan punggung, pangkal paha, bokong, glans penis, dan batang penis. Ukuran
lesi bervariasi dari 3-8 mm, namun lesi stellata dapat membesar sehingga 3 cm.
lentigines dapat bertahan selama 3-6 bulan setelah terapi dihentikan manakala
lesi stellata dapat bertahan sampai lebih dari 2 tahun.
7. Radiation lentigo(3,4)
Radiation
lentigo menyerupai
lentigo yang disebabkan oleh paparan sinar UV, tetapi Radiation lentigo sering
kali disertai tanda-tanda histopatologis lain seperti tanda-tanda kerusakan
jangka panjang akibat radiasi seperti atrofi epidermis, fibrosis subkutan,
keratosis, dan telangiektasias.
8. Vulvar and penile lentigo(4,5)
Vulvar and penile lentigo adalah lesi jinak yang mirip dengan makula melanotik pada labial.
Pada pria, daerah yang paling umum ditemukan lentigines adalah glans
penis, corona, sulkus korona, dan batang penis. Lesi bervariasi dari
coklat ke coklat sampai coklat gelap, dan lesi memiliki batas tidak teratur dan
skip areas. Lesi individu biasa memiliki diameter sebesar 15 mm. Pada
wanita, lesi bisa muncul di manapun di daerah mukosa genital, berbintik-bintik
pigmen dengan skip areas. Diameter dapat berkisar sekitar 5-15 mm atau
lebih besar. Lesi dapat juga terjadi pada bekas luka episiotomi setelah
melahirkan.
9. Partial unilateral lentiginosis(3,4,5)
Partial
unilateral lentiginosis (PUL)
adalah gangguan pigmen yang jarang ditemukan yang ditandai dengan lentigines
banyak dan berkelompok dan mengenai separuh tubuh. PUL didiagnosis terutama
pada individu berusia muda, dan bahkan boleh muncul pada saat kelahiran. Tidak
ada kaitan dengan genetika. Pada pemeriksaan histologi, sebagian besar kasus
memiliki gambaran persis lentigo, tetapi beberapa pasien memiliki gambaran
"jentigo"(beberapa sarang kecil dari melanosit di dermal-epidermal
junction).
Terdapat beberapa hipotesis
mengenai patogenesis PUL, namun belum ada jawaban yang pasti. Beberapa kasus
PUL mungkin bentuk segmental dari neurofibromatosis. Dalam kasus lain pula, PUL
dapat menyerupai gejala yang kurang dari sindrom lentiginosis. Ini kemungkinan
semua konsisten dengan pandangan yang lebih umum bahwa PUL mencerminkan somatik
mosaicism.
10. Laugier-Hunziker syndrome(3,4)
Laugier-Hunziker syndrome ditandai oleh
sejumlah makula berpigmen yang paling sering muncul di bibir bawah, mukosa
bukal, palatum durum, dan, kadang-kadang, ujung-ujung jari. Lokasi lain
termasuk komisura labial, lidah, gusi, dasar mulut, leher, dada, perut, kuku,
dan telapak kaki.
Lentigines mungkin banyak dan konfluen, tapi
jarang terjadi dalam pola linear. Lesi kebanyakan terjadi pada kuku. Batas lesi
yang halus dan tegas. Warna lesi dapat bervariasi dari abu-abu menjadi coklat,
biru, atau hitam. Meskipun sindrom ini memiliki perjalanan kronis tanpa remisi,
individu umumnya asimptomatik. Sindrom ini berbeda dengan sindrom Peutz-Jeghers
karena adanya polip usus. Laugier-Hunziker sindrom terjadi pada individu yang
berusia sekitar 20-50 tahun dan boleh terjadi kedua-dua jenis kelamin,
11. Xeroderma pigmentosum(3,4)
Xeroderma pigmentosum (XP) adalah kondisi lentigo yang diturunkan secara autosomal
resesif yang melibatkan kelainan yang berasal dari ketidakmampuan sel untuk
memperbaiki kerusakan DNA yang disebabkan oleh paparan sinar UV dan bahan kimia
tertentu.
Secara klinis,
pasien mengalami atrofi kulit dan perubahan pigmen yang progresif. Perubahan
neoplastik biasa terjadi pada kulit, seringkali di terjadi pada masa anak-anak,
karsinoma sel skuamosa dan karsinoma sel basal adalah keganasan yang paling
sering muncul. Kanker lainnya, seperti melanoma, boleh muncul juga. Semua
perubahan neoplastik berkembang di daerah terkena sinar matahari, terutama
kepala, leher, dan wajah.
XP didiagnosis pada anak-anak,
yang biasanya sehat. Anak-anak harus menghindari paparan sinar matahari karena
percepatan perubahan kulit mengarah pada pembentukan neoplasma. Cacat mata dan
neurologis juga dapat terkait dengan XP.
12. Myxoma syndrome(3,4)
Myxoma syndrome merupakan lentigines
mukokutan bersama dengan kelainan yang berbagai. Beberapa bentuk kelainan
telah diberi klasifikasi tertentu. Namun semua klasifikasi mungkin menjadi
bagian dari spektrum manifestasi dari gangguan yang sama. Antara klasifikasi Myxoma
syndrome adalah:
LAMB syndrome
LAMB (lentigines,
atrial myxomas, mucocutaneous myxomas, and blue nevi) lentigines paling sering muncul pada bibir,
wajah, sclera, dan vulva. Lesi ini berwarna coklat dan dapat berukuran kurang
lebih 1 cm. mucocutaneous myxomas muncul sebagai papula atau nodul kulit
di berbagai tempat pada tubuh, termasuk payudara, bahu, mukosa mulut, dan
lidah. Myxomas kardiak jarang terjadi pada anak-anak dan biasanya terjadi dalam
bentuk atrial myxomas, yang terbukti secara klinis sebagai episode dari
emboli intermiten dan obstruksi katup. Kelainan nodul tiroid jinak merupakan
salah satu penyebab.
NAME syndrome
NAME (nevi,
atrial myxoma, myxoid neurofibroma, and ephelides) merupakan varian dari LAMB syndrome
yang melibatkan beberapa, makula berpigmen yang datar,. Lesi dimulai saat
lahir dan memberat di musim panas. Warna lesi bervariasi dari pucat ke coklat
gelap. Daerah yang paling sering terlibat adalah leher, punggung, dan paha.
Lesi juga terkadang bisa muncul di telapak tangan dan telapak.
Carney syndrome
Carney syndrome diturunkan secara autosomal dominan. Merupakan neoplasia sindrom
yang menyebabkan kelainan seperti kelainan kardiak, cutaneous, dan mammary
myxomatous masses (lentigines; blue nevi; endocrine disorders)
13. Nevus spilus(3,4)
Nevus spilus boleh
diklasifikasikan sebagai baik lentigo maupun melanocytic nevus,
merupakan neoplasma unik yang hanya memiliki jarang berkembang menjadi
melanoma. Bermanifestasi sebagai makula atau papula beberapa berpigmen dalam
bentuk patch dari patch pigmen bawaan atau didapat.
Gambar 1: lentigo senilis pada daerah
muka yang sering terpapar sinar UV.
Gambar 2: Lentigo simpleks makula
berwarna coklat tua sampai bercak hitam, sedikit tidak teratur dengan kulit.
Gambar 3 : Sindrom Peutz-Jegher Lentigines
berwarna cokelat,hitam atau biru.
D. DIAGNOSIS
Lesi berupa makula hiperpigmentasi yang timbul sejak lahir dan
berkembang pada masa anak-anak. Makula tersebut selalu mengenai selaput lendir
mulut berbentuk bulat, oval, atau tidak teratur ; berwarna coklat kehitaman
berukuran 1-5 mm. Letaknya pada mukosa bukal, gusi, palatum durum, dan bibir.
Bercak di muka tampak lebih kecil dan lebih gelap terutama di sekitar hidung
dan mulut, pada tangan dan kaki bercak tampak lebih besar. Gejala lain adalah
adanya polip di usus, penderita biasanya mengalami melena. Polip dapat menjadi
ganas dan kematian disebabkan oleh adanya metastasis dari karsinoma tersebut(1)
Selain itu sindrom lentiginosis
ditandai manifestasi beberapa lentigines (LEOPARD [beberapa lentigines,
elektrokardiografi kelainan konduksi, ocular hypertelorism, pulmonary
stenosis, abnormalitas genitalia, retardasi mental, tuli sensorineural]) syndrome,
Moynahan syndrome, centrofacial lentiginosis,Carney complex, Laugier-Hunziker disease,
Peutz-Jeghers syndrome, dan Bannayan-Ruvalcaba-Riley syndrome.(6)
E. DIAGNOSIS BANDING
Lentigo harus dibedakan dari
lainnya datar, lesi berpigmen, termasuk Efelid/freckles, junctional nevi,
postinflammatory hyperpigmentation, dan pigmented actinic keratoses. Pigmentasi
mukosa adalah khas untuk Sindrom Peutz-Jegher, hal ini tidak didapatkan pada
penyakit Addison. Freckles umumnya dijumpai pada orang kulit putih, dipengaruhi
oleh sinar matahari dan tidak mengenai membrane mukosa. Penelitian pada
keluarga akan membantu menegakkan diagnosis lentigo.(1,6)
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada pemeriksaan histopatologik dari makula hiperpigmentasi
didapatkan jumlah melanosit bertambah di lapisan sel basal dan makrofag berisi
pigmen di dermis bagian atas. Di seluruh epidermis terdapat banyak granula
melanin. Polip dapat ditemukan di seluruh traktus intestinal, termasuk lambung,
tetapi terutama pada usus kecil yang merupakan hamartoma adenomatosa yang
jinak.(1,6)
G. PENATALAKSANAAN
a) Medikamentosa
Pemberian krim topikal noninvasif merupakan terapi medikamentosa
pilihan. Pemberian secara bulanan krim tretinoin dan krim hidrokuinon dapat
meringankan lentigines. Efikasi dan keamanan dari cryotherapy dan asam
trikloroasetat (TCA) digunakan untuk terapi Lentigo senilis. Cryotherapy
adalah lebih efektif daripada solusi TCA 33% dalam pengobatan Lentigo
senilis pada bagian belakang tangan, TCA 33% mungkin lebih disukai,
meskipun hiperpigmentasi postinflamasi tetap menjadi risiko untuk kedua modalitas.(2,3)
Administrasi bleaching
solution yang mengandungi mequinol 2% (4-hidroksianisol, 4HA) dan tretinoin
0,01% (Solage) diterapkan dua kali sehari selama 3 bulan pada Lentigo
senilis yang muncul pada bagian belakang tangan menunjukkan efek perbaikan
yang signifikan setelah 2 bulan pengobatan dan dipertahankan setidaknya 2 bulan
setelah menghentikan pengobatan.(2,3)
Pemutih kulit yang tersedia secara komersial dapat memicu produksi
melanin secara alami, antara terapi yang diteliti untuk mengobati lentigo yang
dapat memberi perbaikan yang signifikan adalah.(2,3) :
· Kombinasi Terapi Dengan Cream Imiquimod 5% dan Cream tazarotene
0,1% untuk terapi Lentigo maligna dan Lentigo senilis
· Efek Samping dari Q-Switched Ruby Laser untuk Pengobatan lentigines
pada jenis kulit yang tidak terlalu putih atau hitam.
Tujuan dari farmakoterapi adalah untuk mengurangi morbiditas dan
mencegah komplikasi.(2,3)
1) Retinoid
Retinoid mengurangi kekompakan keratinosit hiperproliferatif
abnormal dan dapat mengurangi potensi degenerasi maligna. Agen ini memodulasi
diferensiasi keratinosit. Golongan obat ini telah terbukti mengurangi risiko
kanker kulit pada pasien yang telah mengalami transplantasi ginjal. (Tretinoin
0,025-0,1% (Retin-A, Avita)
2) Bleaching creams
Bleaching creams mencerahkan kulit yang hiperpigmentasi dengan oksidasi
enzimatik menghambat tirosin dan dengan menekan proses metabolism lain dari
melanosit terutama oksidasi enzimatik3,4-dihydroxyphenylamine, sehingga semakin
menghambat produksi melanin. Hydroquinone (Eldopaque-Forte, Solaquin Forte,
Lustra)
b) Tindakan bedah
Terapi dengan pembedahan untuk mengurangi gejala saja. Polip yang
meluas dan sifatnya jinak merupakan kontraindikasi untuk tindakan radikal;
kecuali kalau lambung, duodenum, atau kolon terkena, maka reseksi profilaksis
dapat dianjurkan.(1)
Cryosurgery adalah pengobatan sederhana untuk lentigines terisolasi.
Banyak yang menganggap terapi lini pertama untuk Lentigo senilis menjadi
terapi ablatif dengan cryotherapy.(3)
Q-switched neodymium:yttriumaluminum-
garnet (Nd:YAG) laser efektif dalam pengobatan berbagai lentigines.
Perkembangan terbaru dari bedah laser ini menyebabkan perbaikan klinis yang
signifikan, risiko efek samping yang rendah, dan penerimaan pasien yang tinggi.(3)
H. PROGNOSIS
Prognosis pada lentigo bervariasi
bergantung pada tipe lentigo dan pengobatannya. Tetapi pada umumnya
prognosisnya baik kecuali pada tipe sindrom lentigo yang tidak diterapi dengan
baik(2,3)
Thank you so much for the post you do. I like your post and all you share with us is up to date and quite informative, i would like to bookmark the page so i can come here again to read you, as you have done a wonderful job.
ReplyDeleteΦΩΤΟΤΥΠΙΚΑ